AKHIR Januari ini sebuah buku inspiratif lahir dari tangan dingin seorang pemerhati dan praktisi pendidikan. Pengalaman dan aksi nyata yang telah dilakukannya sebagai upaya untuk menjadikan pendidikan di Indonesia lebih berkualitas tersusun apik dalam tulisan-tulisan yang terangkum dalam buku “Catatan Waktu (Cawat); Tuhan Sedang Sibuk” ini. Bukan rana pendidikan semata yang diabadikan dalam tulisan yang semula diarsip rapi di blognya itu, ada beberapa tema lain yang sangat dikuasinya, seperti isu masalah lingkungan, keagamaan, juga isu sosial dan budaya.

Gaya tulisannya yang mengalir tersaji begitu simple namun berbobot. Topik yang diangkat pun sebenarnya permasalahan-permasalahan keseharian, ringan tapi memiliki point khusus untuk disampaikan kepada pembacanya. Sama sekali tak ada kalimat mubazir dari uraian yang disampaikan. Dari total 128 judul tulisan yang terbagi dalam 3 bagian atau bab; Catatan Pertama: Perjalanan Mendidik Bangsa, Catatan Kedua: Teropong Waktu, dan Catatan Ketiga: Menyeka Keringat Kehidupan kesemuanya bermuara pada pembelajaran hidup tanpa kesan menggurui sama sekali.

Tak salah bila kemudian Gatot Prio Utomo (Aktivis NU Circle) yang memberikan sambutan pengantar buku ini mengungkapkan bahwa kesejatian dan orisinalitas goresan di buku ini justru lebih layak untuk dikutip dan dijadikan referensi bagi tulisan-tulisan lainnya. Setiap goresannya tidak hanya melulu mengungkapkan hal-hal ideal yang biasa dilontarkan banyak motivator, tetapi juga menyerap berbagai pelajaran sukses dan gagal seperti layaknya hidup manusia. Menurutnya, sang penulis berani masuk ke tengah pusaran dan terlarut sehingga mampu mengapungkan saripati kehidupan dari dasarnya.

Ada banyak pengalaman hidup yang bisa dijadikan pelajaran dari tulisan-tulisan Ahmad Rizali dalam buku ini. Pelajaran yang berasal dari pahitnya kegagalan diungkapkan tanpa ditutup-tutupi oleh Nanang, —panggilan Ahmad Rizali—dan justru menjadi sebuah cara instrospeksi mahadahsyat. Jelas sekali, bagaimana Nanang mengisahkan bagaimana hatinya sebenarnya tercabik-cabik menghadapi ‘kenakalan’ putranya hingga harus tinggal kelas. Padahal dirinya dikenal sebagai aktivisi di dunia pendidikan. Di sana, Nanang bukanlah marah atau bisa jadi menghajar sang anak karena malu kepada keluarga besarnya yang diceritakan sangat berhasil dalam pendidikan. Toh, Nanang malah mendukung dan memberikan jalan terlapang bagi anaknya untuk menentukan jalan hidup atau sekolahnya sendiri hingga akhirnya mengantarnya masuk ke perguruan tinggai ternama di negeri ini. Semua itu dipaparkan Nanang dalam tulisan berjudul “Ketika Anakku Tidak Naik Kelas”.

Pada sisi lain, Nanang juga sangat piawai mengajak pembacanya bersedia untuk peduli dan meneladari orang lain. Contohnya dia lakukan terhadap seorang guru Fisika dari sebuah kota Malang dalam tulisan “Pak Tjandra sang Guru Sejati”. Pak Tjandra yang bermodalkan barang-barang bekas yang disulap menjadi alat peraga luar biasa untuk labolatorium fisika, diantarkan Nanang menjadi selebritis pendidikan hingga mampu menggapai impian sang guru tersebut merealisasikan impian-impiannya.

Dalam urusan agama, Nanang termasuk sangat relegius. Hal itu bisa dilihat dari deretan tulisan yang sangat menginspirasi di buku ini. Walaupun sebenarnya tulisannya diambil dari hal-hal remeh dalam kehidupan beragamanya, tetap secara dalam dia memberikan pembelajaran bagaimana cara menjalankan ibadah yang ikhlas. Dia sama sekali tak mempersoalan pertentangan bagaimana Salat Tarawih yang dilakukannya, pengalaman-pengalaman ritual puasa Ramadan semasa kecil di pedalaman Kalimantan hingga di Glasgow, Skotlandia. Dan masih banyak lagi catatan relegius penulis, yang kesemuanya berasal dari pengalaman beragama yang sangat mengasyikkan untuk diikuti.

Buku ini komplet sekali sebagai referensi ketika pembaca menginginkan suatu motivasi hidup. Pelajaran-pelajaran hidup dalam “Cawat; Tuhan Sedang Sibuk” ini sangat realistis dalam kehidupan sehari-hari, bahkan mungkin sekali dialami oleh setiap pembaca sendiri. Membaca buku ini, seakan kita bercermin pada bayangan diri seorang Ahmad Rizali yang ingin berbagi kisah pribadi dan masyarakat yang kerap digaulinya sehari-hari. Pertentangan dalam realita hidup yang kadang tidak mampu dinalar secara biasa itu akhirnya menyimpulkan bahwa mungkin Tuhan sedang sibuk sehingga membuat banyak hal tak terjawab dalam setiap doa. Wallahu’alam. *

Judul Buku: Catatan Waktu (Cawat): Tuhan Sedang Sibuk
Penulis: Ahmad Rizali
Penerbit: CBE Publishing
Halaman: xi + 362 hlm, ; 20 cm.
Cetakan Pertama: Februari 2012
Peresensi: Abdur Rohman, SPd